Moments and Memories

Moments and Memories

Monday, 15 September 2014

In Memoriam of William Tan 1984-2014



1998, Januari 25, Hari yang tidak akan pernah sama bagi keluarga kami.
Hari dimana, Keluarga, William dan saya terhenyak bahwa Papa "Meninggal".
Usia William saat itu 14 tahun. Saya sering berpikir dan bertanya, mengapa hanya saya dan William yang saat itu selamat dari kecelakaan mobil tersebut?
Terlepas dari sulitnya menerima keadaan saat itu, namun dalam hati yang paling dalam diingatkan bahwa ini adalah kesempatan. Kesempatan untuk? 

Keadaan ekonomi keluarga menjadi goyah, namun saat melihat balik, sungguh terasa bagaimana Tangan Tuhan tetap memelihara keluarga ini, semua tetap dicukupkan, tidak lebih, namun tidak kurang.

Masa sesudah ini, kita tinggal serumah, tetapi terasa jarang komunikasi hal yang mendalam karena masing-masing menekuni studi, William di Ketapang II, saya di Karunia dan berusaha untuk masuk ke jenjang Kuliah. 
Ada kali dimana, perselisihan kami membuat kami bungkam selama hampir setengah tahun. Dan semua kembali membaik hanya karena William meminta saya untuk membantu dia mempersiapkan baju-baju yang akan dibawa untuk berdarmawisata.


Masa Kecil
Dilewatkan di kota Pematang Siantar, kita berdua selalu bermain bersama.
Saat Helena (adik) masih kecil, kami dudukan di bangku dan dorong2, seperti boneka.
Main di depan rumah berjualan di warung, main di samping lahan kosong dengan pohon nangkanya sambil memasak rumput-rumput.
Selalu makan berdua dan pergi pulang sekolah berdua.
Banyak bermain peran-peran, ninja turtle, google five.
Ada anjing besar dirumah, satu kali bermain dan mengejar William, hingga kepalanya membentur bawah tangga dan berdarah. Jahitan pun tak terelakan.
Menangis ketika tahu anjing kami mati karna hendak menyambut namun terlindas.


Masa Remaja
Kami berdua selalu diajak papa untuk pergi nonton bioskop dengan naik motor.
Jika saya bermain bersama sepupu, William dirumah senang bermain boneka dan memberi nama serta peran-peran dan memainkannya bersama Helena dan San-San. Saya merasa bagaimana dia berperan sebagai kakak bagi adik-adiknya.
Saat dimana gerakan kharismatik begitu pesat masuk ke sekolah kami, kami berdua pun giat mengikuti acara yang dilakukan.
Bagi orang tua kami, lebih baik kami diijinkan beribadah ke gereja dan berbuat baik, daripada berbuat hal yang rusak. Naik bus, ke sekolah sekolah pun dijalani oleh William.


Masa Pemuda
William adalah tipe yang pendiam, keras dengan kemauannya, namun sebenarnya hangat.
Dia bisa membuatkan lukisan untuk mama dan memberikan mawar untuk mama dan kami.

Saya mulai merasa menjadi kakak, saat William meminta pendapat saya atas keputusan-keputusan yang akan dia ambil. Ada suatu kali dia meminta untuk menginap dirumah selama 2 hari. Pas datang dia tidak langsung bercerita, ditunggu-tunggu juga diam saja. Hanya saat sesudah makan malam hari kedua selesai, saat dirasa waktunya tepat, saya boleh bertanya dan dia mulai bercerita pergumulan dia.

Hal yang paling dirasa berat adalah dimana saat dia berhenti dari pekerjaannya karena prinsip nya, dan ternyata sesudah itu vakum tanpa pekerjaan selama beberapa lama. Namun, itulah dia, dengan segala idealisme dan prinsip nya yang tidak boleh berkompromi apabila itu salah.

Dalam pekerjaannya, dia tidak pernah menghitung-hitung bayaran yang dia dapat dengan beban pekerjaannya. Semua dilakukan dengan sungguh-sungguh, walau kadang tenaga dia sudah habis.

William selalu berusaha mandiri, berusaha mengerjakan sendiri, termasuk mencuci semua baju-bajunya dengan tangannya sendiri, namun karena dia kehabisan tenaga dan waktu, alhasil ada hal-hal yang tertunda. Namun itulah dia, tidak ingin merepotkan orang lain. Dalam perjalanan, saya percaya dia belajar untuk bagaimana juga saling berbagi suka dan duka dengan yang lainnya.

William tipe orang yang sangat menyanyangi barang pemberian orang dan semua selalu disimpan. 

Sebagai adik laki satu-satunya, kesukaan saya adalah membelikan dia baju entah kemeja, kaos kemanapun saya pergi. Dan walaupun kadang baju itu tidak cocok menurutnya warna coraknya, namun dia tetap memakainya, mungkin semata mata menghargai usaha cici nya ini.

Walau dikemudian hari kami bergereja di tempat yang berbeda, tetap kami saling memberi tahu apabila ada kegiatan yang bisa diikuti bersama.
Ada satu malam setelah mengikuti seminar selesai, motor nya kena paku. Kami pun menepi dan mencari tukang ban, sambil diperbaiki ban nya, kami bercerita kepada tukang ban tersebut kegiatan seminar. Memang aneh, tp ternyata lah tukang ban itu seorang kristen juga dan mau mendengarkan kami.
Ada hari dimana kami menonton konser bersama di gepembri, tertawa karena kelelahan duduk diatas motor selama sejam untuk perjalanan satu arah. Tentu saya rindu senyum nya.

Memasuki tahun 2012, awalnya terasa tenang dan nyaman bagi kami sekeluarga. Pertama kalinya lah kami dapat menikmati liburan keluarga bersama. Bersama menikmati tawa diterjang ombak dipantai.
Namun, menjelang akhir tahun, mama didiagnosa kanker. Ada hal yang menjadi pergumulan pemikiran kami semua, bagaimana mama boleh memiliki iman yang sama dengan kami. William yang memikirkan mencari komunitas bagi mama. Dia yang akhirnya mengajak mama ke Cancer community di Ketapang.

Tahun 2013, setelah mama menjalani 1 siklus kemoterapi, William mengungkapkan keinginan dia untuk studi Teologi di SAAT Malang.
Mama yang semenjak awal selalu ingin William berwirausaha, ternyata mengijinkan William untuk studi. Dalam nalar pikiranku, hal itu hanya mungkin terjadi karena mama telah mereflesikan arti hidupnya saat menghadapi penyakit kanker. Tentu, sayapun sempat bertanya, mengapa Malang, bukan Jakarta?

Ada satu cerita dimana pernah diungkapkan bahwa William sebenarnya ingin sekolah teologi semenjak lulus sma, namun hal itu diurungkan niatnya dan dia memilih jalur hukum karena dia sangat terkesan dengan pelajaran itu semasa SMA.

Agustus 2013, Kita mengantarkannya ke Stasiun Kereta untuk studi menyerahkan diri bagi pekerjaan Tuhan.

Masa Perjuangan dalam Penyakit (March 2014 - End)

Sesudah didiagnosa oleh Kanker stadium terakhir, dan pulang kerumah, ada saat dimana dia terlihat menarik diri dari lingkungan, karena lelah bertemu dengan orang, tidak menerima pesan di ponselnya. Namun terhadap kami keluarga, dia tetap hangat dan terbuka.

William tetap bersemangat menjalani hari yang ada. Memang dia sering merasa lelah, namun rasanya tidak pernah mendengar dia mengeluh akan sakitnya.

Dalam perjalanan nya, ada hal-hal yang kami tertawakan bersama, tangisi bersama, khawatirkan bersama.

Kala siang menjelang sore dirumah mama dibulan Juli, dia tertidur begitu lama, dan tidak terbangun untuk makan, saya membangunkan dia. Dia tiba tiba berkata, saya merasa begitu lemah, kukira sudah waktunya Tuhan mau panggil saya. Saya periksa denyut jantungnya dan kusampaikan, rasanya mustahil karena detaknya begitu kencang dan normal, "mungkin kau sangat lapar sehingga kau lemas, coba kau makan dulu" kataku. "Oh begitu yah" sahutnya sambil senyum.

Ada malam dimana dia sulit untuk tidur dan saya membacakan buku untuknya mengenai Doa. Saya tidak akan pernah sepenuhnya mengerti apa yang dia rasa dan dia alami, yang bisa dilakukan adalah berdoa.

William sering mengungkapkan kekhawatirannya akan mama, namun pada akhirnya Tuhan yang akan mempersiapkan hati kami semua.

Satu kali, saya memberikan dia permen hanya setengah potong kecil, saat dia mengecapnya, dia bilang "Ohhh, rasa yang sudah lama sekali, ini green tea".
Saya jawab, "Iya, kamu ingat pie mu yah." sambil saya berbalik darinya.
Tiba tiba, saya mendengar suara seperti mau muntah. Saat saya melihatnya, dia dalam posisi berbalik ke samping, seakan ingin mengeluarkan sesuatu, terasa mengherankan. Namun tiba tiba saya sadar, jangan-jangan permen nya ketelan, dan William yang sangat menyayangkan hal itu berusaha mengeluarkannya kembali. Kami pun tertawa hingga ingin menangis.
Akhir nya kuberikan potongan lainnya dan dia pun tanpa bicara lagi hanya menikmati saja, takut kalau kalau tertelan kembali.

31 Juli 2014, ada satu pesan masuk di ponselku.

"Rasanya ingin cepat-cepat ketemu Tuhan Yesus dan mengakhiri penderitaan ini. Tapi itu bukanlah hak aku untuk menentukan. Jika Tuhan masih memberikan hidup didunia ini, pasti ada maksud Tuhan dan hal yang Tuhan ingin aku kerjakan."
Membaca pesan ini, membuat saya mengerti bahwa William bukannya tidak merasa sakit, namun dia berusaha diam untuk menahan sakit itu dan terus berjuang walapun satu hari saja, tapi kalau itu hidup yang diberikan Tuhan, bukankah harus terus berjuang.

Agustus 2014, Masa-masa terakhir bersamanya.

4 September 2014, 15.00, William Tan berpulang ke rumah Bapa di Surga.
Telah diberikan kesempatan 16 tahun bagi William, dan pada akhirnya dia serahkan kepada Tuhan, melihat apa yang telah dilaluinya, Tuhan yang akan sempurnakan semuanya.

William, dia bukanlah adik yang sempurna, namun dia dengan segala keberadaannya ditempatkan Tuhan untuk melengkapi kami sekeluarga.
Tentunya, dia akan selalu kami kenang dan rindukan.

No comments:

Post a Comment