"Yeay Gorengan"
Isinya Kol, Wortel tok.
Buat lebih sehat dikit makan sama telur kucai.
![]() |
Really Love rice |
![]() |
I want to take picture too |
Sedari kecil, Josh tidak menyukai makan ubi kukus. Jadi mama selalu buat bola ubi ditaruh coklat didalamnya.
Namun diusia 5 Josh, waktu mama tawarkan ubi kukus, mama cerita bahwa di jaman dulu saat peperangan, dimana menanam padi sulit, orang mencari makanan umbi-umbian, salah satunya ubi.
Dan ubi terasa lezat sekali.
Entah bagaimana, Josh jadi senang makan ubi kukus.
Oleh karena itulah, saat mama diminta membuat donut, mama memakai bahan ubi dan tetap disukai Josh.
Dalam halaman tanag kami yang kecil, mama tanam ubi yang kelupaan disimpan sampai berakar.
Daun ubi pun tumbuh dengan subur dan banyak.
Jumat lalu sepulang sekolah, Josh panen daun ubi, dan 1 kacang panjang, Josh pun meminta untuk dia yang memotong bahan masaknya.
Josh juga ingin memasak.
Tradaaa tumis daun ubi pun jadi dan hampir habis dimakan Josh.
Dari dulu harusnya sudah sering mencicipi wangi dan harumnya masakan bunga kecombrang, secara Sumatera Utara terkenal Ikan Arsiknya, selain itu masakan peranakan Laksa.
Tapi baru ngeh akan wangi bunga itu dan sayangnya "tidak suka", ketika makan rujak di Singapore, oh tidakkk, betapa enaknya bumbu rujak Indonesia, batinku.
Bayangkanlah rasa bunga kecombrang dalam bumbu rujak. Hmmm tidak kedua kali deh.
Herannya sekarang aku Jatuh Cinta, fall deeply in love. Bagaimana bisa dan mungkin?
Terima kasih untuk agent rumahku yang kenalin makanan pekalongan, Nasi Megono. Panas panas, dengan megono yang sumber utama nya bunga kecombrang. Dimakan dengan sambal dan sepotong ayam goreng, wuihhh nikmat. Maaf yah kalo mendadak lapar bagi yang baca.
Namun, aku belum tergerak membeli bunga itu sendiri. Apalagi masak sendiri.
Sampai tibalah melihat bunga kecombrang dirumah, hasil beli adikku, tak dimasak masak.
Alhasil, nasi gorengpun pake kecombrang, tumis pare pun pakai kecombrang. Jangan lupa selalu ada irisan cabe rawit dalam tumisan, pedas, panas, nikmat *hahaha*. Bisa dibilang aku makan lebih dari yang dibutuhkan. Waspadalah!.
Terus terang tidak semua orang menyukai wangi bunga kecombrang. Dan bagaimana yah kenalin ke Josh. So far kalo makan nasi megono, ada wangi harum bunga kecombrang, dia akan makan saja. (Like mother like son, hohoho.)
Siang ini, selagi mati lampu, dan hanya ada nasi. Pikir pikir, makan apa yah, yang hanya perlu potong-potong tapi tumisnya hanya 1kali saja dan selesai. Ringkas, mencakup semua dan enak.
Jadilah Tumis kecombrang pare sosis (sebenarnya plus jamur portabella juga).
Resep:
Bawang putih, merah, bombay, cincang (yang mana saja, atau semua biar wangi)
Cabe rawit/keriting (merah, ijo - sesuai selera pedasnya)
Bunga kecombrang potong kecil (baik bunga dan batangnya bisa digunakan)
Pare
Sosis
Jamur portabella atau champigno (tidak terlihat difoto karna tak muat tempatnya ;p)
Daun selada segar
Irisan tomat segar (boleh juga timun).
Tumis dengan minyak kelapa. Taruh hanya sedikit sekali garam, karena kandungan garam dalam sosis sudah tinggi biasanya.
Dan voilaa, Josh senang makan semuanya..
Psttt padahal baru habisin 1bagian sandwich, masih juga habis 1 mangkok nasi.
P.s. untuk sosis sendiri, pilih yang kualitasnya baik. Biasanya harga lebih mahal menentukan porsi kandungan daging dalam sosis.
Tetap lebih baik diganti misalkan dengan daging ayam (misal tanpa tulang goreng tepung kecil2 sebelum ditumis dalam menu diatas).
Maklum, ibu satu ini ingin ringkas hari ini. *blush*.
Pernah dengar Lindung cah Fumak? *Raise your hand*, apalagi kalau berada di restoran Angke.
Salah satu menu favorit yang akan aku pesan.
Kenapa?
Pertama, aku tidak pernah masak Lindung.
Kedua, rasa nya enak *grin*
Sebagai golongan darah "O", menurut Calvin, aku punya kebiasaan selalu ingin coba masak sesuatu yang sudah aku makan di restoran. Tentu tidak semuanya akan aku lakukan, apalagi yang prosesnya rumit dan sulit, cukup sesekali saja menikmati di rumah makan saja.
Contohnya, jangan berharap aku akan masak "Rendang" :p.
Demikian pula mencoba masak lindung cah fumak, wallah... rasa restoran Angke tak mungkin bisa dilawan, jadi bagaikan membuang garam ke laut, jika aku coba buat.
Entah apa yang terlintas di pikiran, saat lewat di market dan lihat Belut hidup.
Tanya-tanya ke petugas nya dan bisa dibersihkan. Alhasil, kubawalah potongan satu ekor Belut pulang.
Terpikir akan makan belut goreng.
Tapi, saat akan membersihkan, Kyaaaaa, ternyata belut itu masih bisa bergerak.
Oh tidak.... akhirnya ku freeze dulu.
Keesokannya, kukeluarkan, dan saat akan kupotong kecil, baru kusadari bahwa ternyata oh ternyata belut itu ada tulangnya. *blush*
Alhasil, butuh proses untuk memisahkan tulang. Dan untuk pertama kalinya, dapurku jadi "bloody kitchen".
Sesudah memaksa diri *hehehe*, akhirnya proses memasak selesai juga.
Belut taruh garam sedikit, di goreng, sisihkan.
Cah bawang putih dengan ang cao.
Tumis dengan belut. Tambahkan garam sesuai selera.
Karena tidak ada fumak, pakailah daun selada sebagai sampingannya.
Walo rasa tentu tak dapat menandingin, Habis juga sih sepiring, tapi untuk pertama kalinya aku katakan ke calvin, aku tidak akan masak lindung lagi.."No more", let go to Angke saja ^^ wakakaka....
We brought avocado back to Jakarta. And I was in the mood of trying to used the new stuff - culinary torch.
Then here the result salmon avocado roll. Find a difficult on refill the torch.
Anyway, will try it again next time.
Hmmm which one yah? |