Kalau sudah urusan mendaki, maka Papa Calvin jadi left out, mengingat kondisi medan dan jarak tempuh, akan sulit bagi Papa Calvin. Kecuali dalam tahun ini ada determinasi untuk menurunkan berat badan dengan lebih serius :p.
Karena mendaki gunung paling enak ramai-ramai bersama teman, maka disaat tim RAEC merencanakan untuk mendaki Gn. Lawu, maka saya pun segera mendaftar 2 nama.
Di kemudian hari, waktu tahu medan yang lumayan terus mendaki, hati ini tetap maju terus.
Yang membuat drop adalah ketika badan tidak sejalan dengan hati, alias sakit. Mulai dari tanggal 28-30Des, 3hari, diare, meriang, muntah, wah segala yang tidak enak.
Hingga tanggal 31 pun, rasanya jalan masih melayang. Walau demikian, Papa Calvin tidak pernah menyarankan untuk cancel. Papa memang tahu saya ini INGIN sekali PERGI, dan pasti akan bisa.
Padahal sebenarnya, saya sendiri sudah down dan buat banyak rencana cadangan.
Tgl 2 Jan, Trada... Akhirnya lah bangun dan berangkat naik pesawat. Tidak berani terlalu excited, stay low and banyak istirahat tiap ada kesempatan.
Perlengkapan kami |
Selfie dulu sebelum take off to Solo |
Sesampai di bandara Solo, tim yang telah tiba akan menunggu sampai semua anggota datang. Untunglah Josh punya teman bermain.
Penampakan dari Bangku Bus |
Berkabut dalam perjalanan ke Cemoro Sewu |
Melewati Cemoro Sewu, mampir dahulu di Telaga Sarangan. |
Kalau lihat dari foto di internet, rasanya ada daerah hijau untuk duduk, hmmm dimana yah posisinya...
Anak-anak asyik lihatin Keong dengan rumahnya |
Josh Kecapaian duduk di bangku nya penjaga sana. Sama siapapun Josh bisa ngobrol. Bahkan dia tahu Pak Penjaga ini memakai hearing aid dan Josh bahas soal ini yang membuat si Bapak terkesan. |
Pengalaman base camp kali ini, tidur berdempetan! Bersyukur Josh mampu dan bisa tidur dimana saja dan Nyenyak!
Inilah penampakan Base Camp nya. Erhmm 1 Ruangan kecil untuk ber 40. Credit: Leonny. oureverydaything.com Hayo tebak dimana saya dan Josh? Tepatnya sudah berbaring dan coba tidur hehehe. |
Pagi-pagi, kami bangun dan diawali dengan renungan. Kamipun siap berangkat naik.
Generasi muda. Mantab! Credit: Wilson H. |
Briefind dahulu. Credit Wilson H |
Full Team - Siap Mendaki. Credit Wilson H |
Mama dan Josh. Hahaha Josh sudah ngk sabar mau naik, mukanya malas diminta foto |
Ketika ada sedikit jalanan yang landai, rasanya bersyukur banget. Sayang nya hanya singkat tidak sampai semenit kemudian daki kembali.
Karena sehari sebelumnya hujan, maka jalanan berbatu sangat membantu.
Awal pendakian. Credit: Wilson H |
Mulai deh Josh ninggalin mama |
Dapat fotonya dulu sebelum ngilang |
Wajah bersyukur akhirnya melihat pos 1 |
Wah syukurlah sampai pos 1. |
Perjalanan awalnya Josh ikut dengan aku di tim terakhir. Dengan kesenangan dia berjalan, akupun tidak mengikuti speednya. I'm getting old hahaha.
Rencananya bisa melihat sekeliling dengan Josh, namun berubah menjadi trip yang mencoba mengejar Josh ke atas.
Kekhawatiranku, takut Josh merepotkan orang-orang yang mendampinginya.
Nah sedikit pemandangan bukit disamping |
Ayo semangat. Actually I can. Beli bajunya dipilihin sama Sylvia, penambah semangat. |
Dari bawah sana nih naiknya |
Sudah sampai Pos 5, rasanya sudah tenang. Menikmati air disumur yang tak pernah kering. |
Ketika sampai di pos terakhir - warung mbok Yem (warung tertinggi di Indonesia), kulihat Josh sedang asyik menikmati pop-mie. Aku yang lelah langsung masuk kedalam warung dan tiduran. Josh datang dan memelukku, dan diapun tertidur lagi. Ohhh nikmatnya Josh!
Aku dapat laporan, selama mendaki, jika sempat duduk, maka dia perlu dibujuk untuk jalan kembali, tetapi dia kuat. Good job Josh!
Josh termasuk anak yang ramah dan bisa berbicara dengan siapa saja, termasuk orang yang pertama kali ditemuinya - ini definitely bukan aku.
Aku harus membangunkan Josh, agar nanti malam tidak kesulitan tidur.
Tenda sudah dibangun selesai, aku mulai masukan tas ransel dan berganti baju.
Hmmm hujan mulai turun, dan ohhh tidak...... hujan ternyata masuk kedalam tenda basah semua.
Agak kecewa ketika aku bertanya pada porter yang sudah sampai dan duduk bersantai di warung, salah seorang dari mereka katakan bahwa jika hujan memang akan selalu masuk ke tenda.
Aku merasa ini penjelasan sungguh tidak masuk di akal, ada yang salah dengan cara masang tendanya. Saat itu jadi teringat berkali aku pasang tenda dirumah hiks. Andai kubawa!
Ya sudahlah, saat itu tak ada gunanya menjelaskan kepada sang porter, aku langsung berpikir apa yang harus kulakukan.
Kuungsikan Josh ke dalam warung sambil pindahkan satu per satu tasnya.
Ibu dan anak yang setenda denganku saat itu, tas nya pun belum tiba. Perlengkapan untuk menghadapi hujan tidak ada. Bagaimanapun harus dipindah semua ke warung.
Malam itu tak ada yang sempat foto. tapi kira kira beginilah penampakan pintu masuk warung |
Cara masak di atas |
Kukeluarkan segala perlengkapan yang ada. Termasuk hand warmer dan emergency blanket yang entah kenapa aku terpikir untuk bawa. Semua digunakan bersama malam itu.
Dan yang kusadari paling penting adalah juga obat-obatan.
Malam itu, aku merasa kepala mulai panas dan pusing, aku mendapat panadol double extra. Kuteguk dan kucoba tidur. Josh pun mulai tertidur. Selama mencoba tidur, aku mendengar porter yang membawa barang tiba, oh Tuhan.. terima kasih.. bisikku dalam hati.
Tengah malam berkali Josh sempat terbangun, dan mengingau bahwa dia tidak bisa tidur. Kutenangkan dia dan kubisikan cerita tentang bagaimana perjalanan bangsa israel, tak disangka Josh tertidur lelap kembali.
Subuh, beberapa peserta bangun, terutama yang masih muda, mereka naik ke puncak. Suasana masih gelap dan dingin. Kucoba bangunkan Josh, tapi dia tetap terlelap. Aku hanya berpikir yang terpenting tidak sakit dan nanti bisa turun, jadi kubiarkan dia istirahat kembali.
Teringat bahwa menurut vlog yang kulihat, pemandangan dari mbok yem juga tidak kalah indah.
Dan memang indah, rasanya seperti negri diatas awan, nah yang ingat judul lagu itu, ketahuan deh angkatan berapa.
Tetap ada sedikit rasa sesal, kenapa tidak kupanggil Josh subuh hari itu, toh dia sudah tidur dengan sangat cukup. Berharap untuk kesempatan lainnya yah Josh :)
Penampakan dari depan warung. |
Penampakan dari Puncak Gn. Lawu. Credit Samson Chaw. |
Full Team -Gunung Lawu depan warung mbok Yem. Credit Raphael H. |
Briefing sebelum turun. Credit: Wilson H |
Sambil menunggu porter membereskan. Credit Wilson H |
Anak anak selalu seru mengexplore. Credit Wilson H. |
Daerah sekitar warung. Credit Wilson H. |
Briefing dengan Porter. Credit Wilson H. |
Penampakan di puncak yang terlewat. Credit Wilson H. |
Ada dua peristiwa, Josh yang pertama kalinya melakukan panggilan alam di hutan dan juga Mama yang tersengat oleh binatang.
Awalnya Josh malu, tapi mama tegaskan ayo, tak apa, banyak yang sudah lakukan. Untungnya dia mendengar karena hujan turun sesudahnya.
Tangan mama yang tersengat, itu karena tidak hati-hati sembarang memegang pohon. Waktu disengat sakitnya banget banget, sampai teriak. Josh untungnya tidak sempat pegang pohon itu. Cuma ada tanda merah kecil tapi nyut nyut an. Nah, kalo sudah begini, menyesal juga tidak bawa perlengkapan pisau, atau jarum. Mau dikeluarkan darahnya susah sekali, karena tebalnya kulit ditangan. Teman-teman yang lewat kebetulan juga tidak ada. Aku berdoa, Tuhan tolong supaya ini hanya sengatan biasa saja, aku tak siap kali tanganku tak ada. Agak berlebihan memang, Hiks.
Kucoba terus sambil berjalan, tiba-tiba kelihatan, daun-daunan yang mirip daun Poh pohan. Nah, dengan gaya sok petualangannya, aku coba petik daun itu, kucium. Wah ini wangi yang sama. Maklum, makan daun itu hanya ketika lunch time di Domba Kristus. Pasti daun ini ada gunanya nih di gunung seperti ini, jadi dengan pedenya Aku ambil dan kuremas serta kutempelkan didaerah sengatan, wah lumayan enak juga, antara beneran atau hanya perasaan. Kuulang tiga kali sambil berjalan turun.
Selain dua hal itu, yang kusyukuri selama turun adalah perbincangan dengan Josh. Di tengah hujan dia tidak mengeluh, melihat bebatuan yang berbeda, kata Josh itu batu organik ditumbuhi oleh pohon, melihat pemandangan sebelum kabut, dan tentunya perhatian Josh kepada mama, dia sedih tangan mama kena sengat.
Berkabut....... Credit Wilson H |
Berkabut....... Credit Wilson H |
Setelah hampir 7 jam Josh dan mama tiba bawah. Fuih........
Dingin, aku pesan minuman buat Josh, beli baju buat dia, susah bongkar tas ransel lagi.
Dalam perjalanan ke Wisma Inri, Josh ngobrol saja dengan bapak supir.
Setiba di Wisma, rasanya lega dan sangat nyaman bisa tidur diranjang kembali hahaha.
Di Perjalanan ini, aku ajak Josh melihat hidup orang lain juga.
Melihat kehidupan Hamba Tuhan dan keluarganya yang mau ikut bersama menjadi leader kami. Wah, bukan hanya sekedar kothbah di mimbar, tapi turut bersama dalam perjalanan ini adalah satu moment yang jarang. Sebenarnya ingin Calvin ikut, karena Hamba Tuhan inilah yang memberkati pernikahan kami dahulu, tentunya jadi kenangan tersendiri ketika perjalanan ke gunung yang pertama dengan Josh juga dipimpinnya. Selain itu yang membuat aku kagum, Pak Pdt ini percaya saja siapapun bisa naik, banyak sekali peserta yang termasuk first trip.
Selain itu ada keluarga Hamba Tuhan lainnya bersama istri dan anak-anaknya yang masih kecil (paling kecil seumur Josh), diajak untuk naik. Aku belajar bagaimana untuk tidak menyerah dan melihat bagaimana menghadapi karakter anak yang berbeda.
Melihat Papa Mama dan ketiga anaknya yang sudah pemuda pemudi, sekeluarga diajak naik gunung, salut banget. Dalam perjalanan mendaki, aku melihat bagaimana pemuda ini selalu berusaha menyemangati dan mengeluarkan kata kata yang sangat baik. Wah, belajar untuk mewariskan hal yang baik juga untuk Josh.
Bersyukur berkenalan dengan seorang ibu yang cancer survival tapi punya keinginan yang sangat kuat mendaki. Berkenalan dengan keluarga yang dari tampilannya menurutku bisa jadi mengeluh, tapi don't judge the book by it cover, ternyata mereka kuat dan anak-anaknya hebat mendakinya bahkan menyukai. Berkenalan juga dengan ibu yang sangat perhatian kepada anak perempuannya dan terus positive thinking. Melihat dua kakak beradik yang solid, saling memperhatikan. Tidak terbayang sesudah sampai di base, masih balik lagi untuk cari kakaknya. Ah andai Josh punya sibling, pengen seperti ini juga.
Belum lagi melihat kakak perempuan dengan adik laki-lakinya yang masih muda, mengangkat tas sendiri ke atas, beberapa kali terlihat kecapaian tapi terus melaju, mantab.
Pemuda-pemudi yang bisa mendaki dengan cepat tapi juga mau meladeni dan menjaga anak-anak yang bersama mereka.
Dan terakhir aku senangggggggg dapat melihat dari dekat kehidupan my favorite blogger - ci Leonny - oureverydaything.com... erhmmm actually it's like a dream come true. Berulang kali ingin foto sebenarnya, tapi malu, dan akhirnya aku dapatkan waktu disana dengan muka ku yang super kaku hahaha. Hmmm Bisa jadi alasan ingin merasakan perjalanan bersama dengan orang-orang inilah yang membuat aku kuat untuk pergi dan mendaki.
Bersyukur kepada Tuhan untuk kesempatan di awal tahun ini.
With Ci Leonny dan Ci Meina. Dua cici yang hebat hebat! |
Penampakan Wisma Inri. Credit: Samson Chaw |
credit Wilson H |
Credit Wilson H |
Mampir naik becak di kota Solo. Nah awalnya Josh menolak, dan saya jelaskan belum tentu berulang. Dan yah sudahlah. Ternyata Josh buka suara "Ya kalo mama masih mau, aku temani mama." Wah ternyata Josh sudah belajar perhatian yah. Sampai di area batik, Josh duduk di becak saja. Josh ajak bicara yang narik becak sampai yang jualan burung. Balik-balik, Josh bilang bisa tidak bawa burung ke jakarta, kita beli yuks ma. Lucunya kamu Josh.
Perjalanan diakhiri dengan ke bandara.
Selama perjalanan di Bus. Credit: Samson Chaw |
Delayed 3 jam memperparah kondisi ku. Bersyukur untuk lounge tunggu yang diberikan karena kartunya Ibu Murni. Aku bisa beristirahat dan minum obat.
Sayang tidah bisa banyak berbincang dengan yang lainnya.
Balik ke Jakarta, Papa dapat oleh-oleh istri yang sakit demam naik turun 39derajat 2hari.
Pas Josh masuk sekolah, mama pun sembuh.
Tak bisa sakit lama-lama memikirkan Josh harus masuk sekolah :p !
Josh mau naik gunung lagi?
3 tahun lagi yah Ma.
Mama tersenyum geli.
P.S. Posting pertama tahun ini. Sebelum lupa segera nulis.
No comments:
Post a Comment