Perpisahan.
Panik, sedih, hancur hati, tangis, ketika mengetahui bahwa akan ada perpisahan yang sangat nyata didepan mata dengan sodara yang selama ini bersama sama menghadapi suka dan duka dalam setiap perjalanan hidup keluarga.
Yups, kanker terasa seperti satu kertas kematian yang sudah ditanda tangani dan informasikan melalui dokter.
Stadium-stadium dalam kanker yang membedakan berapa lama perpisahan itu akan datang.
Sering kali terlontar pernyataan, apabila kanker itu dialami di masa tua yah relakanlah, karna memang sudah waktunya untuk menghadap yang Sang Maha Pencipta.
Tetapi jikalau yang masih muda mengalami nya, ratapan, rada kasihan karena betapa singkat usianya, tidak adil rasanya harus sedemikan cepat kembali, masih panjang hidup yang harus dijalani nya.
Lantas sesungguhnya, apa yang menjadi tujuan hidup manusia? Apakah dilihat dari lamanya hidup didunia baru dikatakan dia sudah untung?
Dalam dunia yang penuh dengan tantangan ini, bukankah jikalau boleh banyak yang memilih untuk tidak usah dilahirkan karna perjuangan yang begitu keras dilakukan untuk hidup di dunia ini?
Bagaimana dengan Kristus yang hidup 33thn, gagalkah Dia karna begitu muda umurnya dipanggil?
Pernahkah terdengar bahwa "cancer is just a word not a sentence". Kanker hanyalah kata didalam kalimat, menandakan bagaimana tetap berpikir positif didalam sakit penyakit ini. Namun atas dasar apa kita tetap berjalan positif? Atau, bisakah kita tetap berpikir positif saat kala sakit menusuk ditulang? Saat segala sesuatu tidak ada yang enak?
Tidak ada jalan yang lain, memang hanya dengan memandang kepada "Salib" yang bisa menjadi tumpuan hidup.
Apakah ini penipuan diri? Pelarian diri?
Tidak.
Bagaimana jikalau selama hidup didunia ini tujuannya adalah untuk membuat kita semakin serupa dengan Kristus?
Tuhan yang Empunya kita tentulah Maha Tahu untuk apa hal yang bisa mengasah kita semakin hari semakin hidup serupa denganNya.
Jikalau demikian, bukankah sama pada akhirnya jika kita hidup 3thn, 30thn, 33thn, 53thn, ataupun 73thn?
Tujuan hidup manusia menurut katekismus adalah Memuliakan Tuhan dan Menikmati Dia.
Dalam menghadapi perpisahan dan kematian yang didepan mata pun, jikalau kita bersandar kepada Tuhan, kita akan dimampukan memuliakan Tuhan melalui puji-pujian dalam mulut bibir kita. Nikmatilah waktu waktu berbicara dengan Tuhan.
Apakah tidak sedih? Hanya orang yang mati emosi yang tidak merasakan kesedihan, ketakutan akan kehilangan.
Diriku sedih, terbangun ditengah malam dan gentar terhadap perpisahan kematian ini. Aku menangis dan bertanya-tanya siapkah aku?
Jawaban kucari dalam dunia, tontonan lucu mengalihan sejenak pikiranku, tp apa jawabnya?
Tetap adalah Salib Kristus. Pengorbanan Kemuliaan, Penderitaan dalam Salib itulah yang bisa menjawab nya.
Menangislah sejadi-jadinya, sesudah itu hapuslah air matamu dengan Doa, dan percayalah kekuatan akan memampukan kita.
Terdengar Klise?
Hanya anugerah yang akhirnya memampukan kita melihat lebih dari itu.
Berdoalahlah biar Tuhan yang membukakan mata rohani kita.
Siapakah kita? Hanya keturunan yang diciptakan oleh debu. Namun yang diciptakan baik menurut rupa dan gambar Tuhan.
Debu, mudah hilang, namun Berharga karna serupa dan segambar dengan Tuhan. Rusak karna dosa, hanya Salib menebus kita, diasah untuk kembali serupa dengan Nya. Saat semua sudah selesai, dipanggilNya untuk bertemu.
Bukankah itu pengharapan yang indah? Rasul Paulus bukankah juga berkata bahwa hidup dalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
Lantas apakah arti hidup ini jikalau umur panjang diberikan sampai akhirnya binasa?
Apakah artinya menyerah saja?
Hidup adalah perjuangan dalam Kristus, satu haripun kalo dapat membuat kita memuliakan Tuhan, membuat kita serupa denganNya, bukankah itu layak diperjuangkan?
Aku mengasihinya, aku ingin hidup lebih lama dengan nya, tetapi melebihi semua nya itu, kita harus sadari bukan bahwa yang terlebih penting, dia memang sudah berada di Tangan Sang Empunya?
Mengapa kita baru belajar hanya karena kita sudah didepan perpisahan kematian?
Lebih baik belajar daripada tidak sama sekali bukan?
Bagaimana berjalan satu hari demi satu hari dengan Tuhan? Menghidupkan iman bahwa cukup hanya dengan Tuhan saja?
Apapun kondisinya, Bukankah ini juga kesempatan terus menghidupi Firman Tuhan?
Kesempatan?
Yups, Kanker itu juga kesempatan! Kesempatan untuk masih boleh menghidupi Firman Tuhan.
Tetap semangat, jangan biarkan kanker membuat murka duka dalam keluarga.
Pada akhirnya Pujilah Tuhan bahwasanya kasih setia untuk selama lamanya.
Ya, kasih setia Tuhan!, percayakan hatiku?!